Posted by : Didik Farmasi Tuesday, December 20, 2016



BAB I
PENDAHULUAN

Analisis volumetri merupakan pengukuran volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standard) yang kadar (konsentrasi)nya telah diketahui secara teliti, dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif dimana terjadinya perubahan warna setelah tercapai titik akhir titrasi.
Dalam analisis volumetri terdapat beberapa macam titrasi termasuk didalamnya tirasi bromometri dimana, tirasi Bromometri termasuk dalam bagian metode titrasi reduksi-osidasi. Titrasi yang melibatkan Brom (Br2) ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar sulfonamida, akan tetapi tidak seluas penggunaan metode diazotasi. Ada dua tipe penetapan kadar sulfonamida dengan menggunakan metode bromometri, sufonamida ditirasi langsung dengan larutan baku kalium Bromida-Bromat, dengan sulfonamida ditirasi tidak langsung dengan menambah larutan bromida-bromat berlebih setelah didiamkan dan kelebihan brom akan diubah menjadi iodium dengan penambahan KI. Iodium yang terbentuk ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.
Adapun maksud percobaan ini dilakukan untuk mempelajari dan mengetahui penetapan kadar suatu senyawa atau golongan sulfonamida dalam suatu sediaan obat baik dalam bentuk sediaan suspensi maupun sediaa tablet.
Percobaan ini dilakukan bertujuan agar dapat menganalisa secara kulitatif maupun kuantitatif senyawa sulfonamida yang terdapat dalam sediaan tablet Sulfanilamia menggunakan metode tirasi bromometri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.Teori umum
 II.1.1 Definisi Volumetri
     Suata analisis untuk manentukan jumlah yang tidak diketahui dari suatu zat, dengan mengukur volume larutan pereaksi yang diperlukan untuk reaksi sempurna disebut analisis volumetri. Proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan kedalamlarutan lain yang diketahui sampai terjadi reaksi sempurna yang biasa disebut titrasi. Larutan yang diketahui konsentrasinya disebut larutan standard titik ketika reaksi tepat berlangsung sempurna disebut titik ekivalensi atau titk stoikiometri.untuk mengetahui titik ekivalensi digunakan indikator, yang akan mengalamiperubahan warna ketika terdapat kelebihan pereaksi, titik ini disebut titk akhir titrasi. (Kimia Larutan : 170-171)
II.1.2 Definisi Titrasi
                        Titrasi merupakan metode analisis kuantitatif yang dilakukan dengan cara mengukur volume larutan standar yang bereaksi kuantitatif dengan analit (sampel). Larutan standar merupakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya telah pasti. Larutan standar dimasukan didalam bueret, dan larutan yang akan di analisis diletakan didalam wadah erlenmeyer. Apabila suatu asam kuat dititrasi dengan suatu basa kuat maka konsentrasi asam kuat dapat diketahui dengan mengukur jumlah basa kuat yang bereaksi dengan. Akhir reaksi selama titrasi diketahui dengan bantuan suatu indikator. Indikator yang digunakan merupakan asam organik lemah yang memiliki warna berbeda ketika berada dalam kondisi keasaman yang berbeda. Suatu indikator harus dipilih untuk menandai akhir titrasi tersebut dengan pertimbangan pH larutan pada saat tercapai titik akivalen. (Kimia Analisis Kuantitatif : 67)
II.1.3 Devinisi Larutan
Larutan dapat didefinisikan sebagai campuran homogen dari dua zat atau lebih yang terdispersi sebagai molekul ataupun ion yang komposisinya dapat terdispersi. Suatu larutan terdiri dari dua komponen yang penting, biasanya salah satu komponen yang mengandung jumlah zat terbanyak disebut sebagai pelarut (solven). Sedangkan komponen lainnya yang mengandung jumlah zat yang sedikit disebut zat terlarut (solut). Dua senyawa dapat bercampur (miscible) lebih mudah bila gaya tarik antara molekul solut dan pelarut semakin besar. Besarnya gaya tarik ini ditentukan oleh jenis ikatan pada msing-masing molekul, bila gaya tarik antara molekulnya termasuk dalam kelompok yang sama (misalnya: air dan etanol), maka keduanya akan saling melarutkan. Sedangkan bila kekuatan gaya tarik antara molekulnya berbeda jenis (misalnya : air dan heksan), maka tidak saling melarutkan. Pada pembentukan larutan antara air dan etanol (alkohol), maka keduanya saling melarutkan dalam bagian perbandingan. Baik molekul air maupun alkohol masing-masing antara molekulnya terjadi interaksinyang begitu kuat berdasarkan ikatan hidrogen. Ketika keduanya dicampur, maka tidak ada halangan bagi keduanya untuk saling menggantikan. (Kimia Fisika Untuk Paramedis : 38-39)
Larutan adalah suatu campuran bahan, salah satunya biasanya suatu zat cair. Zat cair adalah suatu bahan yang dapat mengalir, seperti suatu cairan atau suatu gas. Zat cair dari suatu larutan yang biasanya merupakan pelarutnya. Bahan lainnya selain pelarut zat terlarut atau solutnya. Melarutkan zat terlalut kedalam pelarutnya. (Dasar-dasar Ilmu Kimia : 141)
II.1.4 Syarat-syarat  Volumetri (Kimia Farmasi Analisis)
Analisis volumetri atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku atau standar yang kadar (konsentrasinya) telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif untuk dapat dilakukan analisis volumetri harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.    Reaksinya harus berlangsung secara cepat, kebanyakan reaksi ion memenuhi syarat ini.
2.    Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyakan dengan persamaan reaksi.  Bahan yang diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa baku dengan perbandingan kesetaraan stoikiometris.
3.    Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai, baik secara kimia atau fisika.
4.    Harus ada indikator jika syarat 3 tidak dipenuh. Indikator juga dapat diamati dengan pengukuran daya hantar listrik (titrasi potensiometri / konduktometri)
Berikut adalah hal-hal yang diperlukan dalam analisis secara volumetri :
1.    Alat pengukur volume seperti buret, pipet volume, dan labu takar yang ditera secara teliti (telah dikalibrasi)
2.    Senyawa yang digunakan sebagai larutan baku atau untuk pembakuan harus senyawa dengan kemurnian yang tinggi.
3.    Indikator atau alat yang digunakan untuk mengetahui selesainya titrasi atau titik akhir titrasi.
II.1.5 Metode-metode volumetri  (Kimia Farmasi Analisis)
Beberapa macam metode-metode volumetri yaitu asidi-alkalimetri, titrasi bebas air (TBA) yang pemakaiannya dalam bidang farmasi sangat banyak, argentometri, kompleksmetri, berbagai metode titrasi redoks, dan titrasi Diazotasi.
          Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yaitu reaksi antara ion hidrogen yang beradsal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk mengasilkan air yang bersifat netral. Netrallisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara pemberi proton (Asam) dengan penerima proton (Basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhada senyawa-senyawa yang besifat basa dengan menggunakan baku asam sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
          Titrasi bebas air merupakan prosedur titrimetri yang paling umum yang digunakan untuk uji-uji dalam farmakope. Metode ini mempunyai dua keuntungan yang mempunyai metode yang cocok untuk titrasi asam basa atau basa-basa yangsangat lemah, dan pelarut yang digunakan adalah pelarut organik yang juga mampu melarutkan analik-analik organik. Prosedur yang paling umum digunakan untuk titrasi basa-basa adalah dengan menggunakan titran asam pelklorat dalam asam asetat.
Titrasi argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dengan senyawa-senya lain yang membentuk endapak dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode morh, metode volhard, metode K.Fajans dan metode leibig.
Metode titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam logam, Etilen diamin tetra asetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan EDTA akan membentuk kompleks yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Logam-logam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium meembentuk kompleks yang tidak stabil dengan EDTA pada pH rendah, karenanya titrasi dengan logam-logam ini dengan EDTA dilakukan pada larutan buffer amonia pH 10. Untuk deteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna. Metode titrasi kompleksometri yaitu titrasi langsung, titrasi kembali, titrasi subtitusi, titrasi tidak langsung, dan titrasi alkalimetri.
Metode titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warna dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan. Titrasi-titrasi redoks diantaranya :
1.    Titrasi yang melibatkan iodium
Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu titrasi langsung atau iodimetri dan titrasi tidak langsung atau iodometri.
2.    Permanganometri
Kalium permanganat telah digunakan sebagai alat pengoksidasi yang penting dalam reaksi redoks.
3.    Serimetri
Larutan serium (IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat pengoksidasi yang kuat dan lebih stabil dari pada larutan kalium permanganat, dengan suatu syarat bahwa asam sulfat cukup mampu menghindari hidrolisis dan pengendapan garam basanya. Kalau larutan permanganat dapat direduksi menjadi beberapa macam keadaan hasil reduksi, maka reduksi larutan serium (IV) sulfat selalu menghasilkan ion serium (III).
4.    Titrasi yang mellibatkan kalium iodat
Larutan yang melibatkan kalium iodat dibuat dengan melarutkan sejumlah tertentu kalium iodat dalam air secukupnya. Kalium iodatn bersifat stabil sehingga larutan ini tidak perlu dibakukan kembali.larutan baku kalium iodat tidak menggunakan normalitas akan tetapi molaritas karena normalitasnya dapat bermacam-macam, tergantung reaksinya.
5.    Titrasi Yang Melibatkan Bro (Br2)
          Brom dapat digunakan sebagai oksidator seperti iodium. Brom akan direduksi oleh zat-zat organik dengan terbentuknya senyawa hasil substitusi yang tidak larut dallam air misalnya tribomofenol, tribromoanilin, dan sebaginya yang reaksinya berlangsung secara kuantitatif. Brom juga dapat digunakan untuk menetapkan kadaar senyawa-senyawa organik yang mampu bereaksi secara adisi atau subtitusi dengan brom. Selain bromnya sendiri, brom dapat juga diperolehdari hasil pencampuran kalium bromat dan kalsium bromida dalam lingkungan asam kuat sesuai dengan reaksi.
Larutan baku brom dapat digunakan untuk menetapkan kadar fenol dengan cara sebagai berikut : timbang secara bersama kurang lebih 2 g, masukkan kedalam labu takan 1000 mL, dan encerkan dengan air sampai batas tanda. Pipet 20 mL larutan ini dan masukkan dalam labu iodium. Tambahkan 30 mL larutan brom 0,1 N secara tetap dan 5 mL HCl dan segera labu di tutup untuk terjadi penguapan brom. Goyang-goyangkan selama 30 menit dan diamkan selama 15 menit. Tambahkan larutan kalium iodium 20%, hati-hati teerhadap uap brom yang dilepaskan, segera tutup dan kocok baik-baik supaya kelebihan brom bereaksi dengan KI yang menghasilkan iodium yang setara dengan brom sisa. Tambahkan 5 mL kloroform. Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N dengan menggunakan 3 mL larutan kanji 0,5% sebelum titik akhir sebagai indikator. Lakukan titrasi blangko. Tiap mL brom 0,1 N setara dengan 1,569 mg fenol.
Metode titrasi deazotasi ini sangat sederhana dan sangat berguna untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa antibiotik sulfonamida dan juga senyawa-senya anastetik lokal golongan asam amino benzoat. Metode ini biasanya disebut juga dengan titrimetri yakni penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yaitu reaksi antara amina aromatik primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium. (Kimia farmasi analisis : 120-164) 
II.1.6 Bromometri
     Bromometri suatu metode oksidimetri yang didasrkan pada reaksi oksidasi ion bromat, dalam reaksi ini bromat direduksi menjadi bromida.adanya bromida menyebabkan menyebabkan larutan berwarna berwarna kuning pucat. Warna tersebut tidak tegas teramati sehingga kesulitan muncul dalam menetapkan titik ekivalen. Namun pewarna organik tertentu terurai oleh brom bebas dan menyebabkan larutan menjadi tidak berna. Zat warna yang paling bannyak digunkan dalam titrasi bromometri adalah metil jingga dan metil merah. Zat warna tersebut tidak dikelompokan dalam indikator  redoks karena reaksinya tidak reversibel, sedang indikator redoks refersibel.

II.2 Uraian Bahan
1.      Asam klorida (FI III : 53)
            Nama Resmi    : ACIDUM HIDROCHLORIDUM
            Nama Lain      : Asam Klorida
RM/BM           : HCl/36,46
Pemerian         : Cairan tidak berwarna, bau merangsang, jika di encerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau hilang.
Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan        : Pemberi suasana asam
2.      Kalium Bromat (FI III : 328)
            Nama Resmi    : KALII BROMIDUM
            Nama Lain      : Kalium Bromida
RM/BM           :  KBr/119,01
Pemerian        : Hablur tidak berwarna, transparan atau buram atau serbuk   butir, tidak berbau, rasa asin dan agak pahit.
Kelarutan          : Lerut dalam lebih kurang 1,6 bagian air dan dalam lebih kurang 200 bagian etanol (95%) P
Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan        : Larutan baku sekunder (pembentuk Br2
3.      Natrium Tiosianati (FI III : 428)
Nama Resmi    : NATRII THIOSULFAS
Nama Lain       : Natrium tiosulfat, Hipo
RM/BM           : NaS2O3/248,17
Pemerian         : Hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar. Dalam udara lembab meleleh basah, hampa udar pada suhu diatas 33º rapuh.
Kelarutan          : Larut dalam 0,5 bagian air, praktis tidak larut dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan        : Sebagai penitran
4.        Kalium Iodida (FI III : 330)
Nama Resmi    : KALII IODIUM
Nama Lain       : Kalium Iodida
RM/BM           : KI/166
Pemerian           : Hablur heksahedral, transparan atau tidak berwarna, opak dan putih atau serbuk butiran putih. Higroskopik.
Kelarutan          : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan   : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan        : Pembentuk I2  
5.      Sulfanilad (FI III;587 )
            Nama resmi       : SULFANILAMIDUM
            Sinonim              : Sulfanilamid
           RM/BM             : C6H8N2O2/172,21
           Pemerian             : hablur, serbuk hablur atau butiran, putih, tidak berbau,
rasa agak putih kemudian manis.
           Penyimpanan    : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
           Kegunaan          : Sampel

BAB III
METODE KERJA
III.1 Prinsip Kerja
   Sulfonamida dititrasi tidak langsung dengan menambah larutan bromida-bromat berlebih, setelah didiamkan dalam waktu tertentu dan kelebihan brom diubah menjadi iodium dengan penambahan KI. Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat dengan penambahan indikator sebagai penentu titik akhir titrasi.
III.2 Alat dan Bahan
         III.2.1   Alat
                Beker glass, Bulp, Buret, Erlenmeyer, Klem, Statip, Timbangan Analitik, Pipet Volume dan Pipet Tetes.
         III.2.2   Bahan
                                                Asam klorida (HCl), Indikator Kanji, Kalium iodida (KI), Kalium Bromida (KBr), Kalium Bromat (), Kotrimoksazole, dan Natrium tiosulfat (Na2S2O3).
 III.3 Cara Kerja
1. Di gerus tablet kotrimoksazale
2. Ditimbang kotrimoksazole yang telah digerus sebanyak 0,34 g
            3.  Sampel kotrimoksazole ditambahkan HCl encer, homogenkan
4. Di tambahkan KBr, HCl P, dan 10 ml kalium bromat dan  dihomogenkan. Lalu
5. Ditambahkan KI kemudian didiamkan 15 menit ditempat gelap
6. Dititrasi dengan natrium tiosulfat, sedikit demi sedikit
7. Ditambahkan indikator kanji dan ditirasi kembali. 

              BAB IV
HASIL PERCOBAAN
IV.1 Data Pengamatan
Sampel
Konsentrasi
Indikator
Perubahan warna
Volume Titik Akhir Titrasi
Sulfanilamid
0,34 g
Na2S2O3
25 mL
Indikator Kanji
5 tetes
Bening
Coklat
Putih
2,15 mL

BAB V
PEMBAHASAN
Bromometri adalah salah satu metode oksidimetri yang termasuk dalam bagian metode titrimetri atau volumetri. Bromometri didasarkan pada oksidasi ion bromat,   Dalam reaksi ini bromat tereduksi menjadi bromida, ion  terlibat dalam konversi ion  menjadi Br maka diperlukan larutan asam dalam reaksinya. Kalium bromat adalah zat pengoksidasi yang kuat dengan laju reaksi yang rendah untuk mempercepat reaksi titrasinya dilakukan penambahan asam kuat. Ion teraduksi menjadi Br selama titrasi dan dari Br tersebut menyebabkan larutan berwarna kuning.
Pada praktikum kali ini titrasi bromometri menggunakan sampel sulfonilamid tablet yang ditimbang 0,3 g pada timbangan analitik lalu ditambahkan HCl 0,1 N untuk melarutkan sampel setelah itu di tambahkan 1 g KBr dan 5 tetes HCl (P) dan dihomogenkan lalu ditambahkan 10 mL KBr (Kalium Bromida) 0,1 N hingga menghasilkan warna kuning lalu ditambahkan 0,5 g KI (Kalium Iodida) lalu dititrasi dengan Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N setelah itu ditambahkan indikator kanji sebanyak 5 tetes lalu dititrasi kembali hingga tidak berwarna (putih).
Adapun alasan setiap penggunaan bahan ataupun perlakuan, sulfanilamida digunakan sebagai sampel atau larutan baku primer yang memiliki gugus amin aromatis primer, penambahan asam klorida (HCl) 0,1 N untuk melarutkan sampel, sedangkan penambahan Kalium bromida (KBr) sebagai zat pengoksidasi kuat yang akan tereduksi menjadi Br yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning pucat, dan penambahan Asam klorida (HCl) pekat untuk memberikan suasana asam pada larutan karena dalam reaksinya karena ion H+ yang terlibat dalam konversi ion BrO3- menjadi Br-. Dan pada penambahan Kalium bromida (KBr) 10 mL untuk membentuk Br2  yang nantinya akan menyebabkan larutan  berwarna kuning pucat. Seperti pada reaksi tersebut :
KBrO3 + 5KBr + 6HCl               3Br2 + 6KCl + 3H2O
Pada penambaan Kalium Iodida dilakukan untuk mengubah brom menjadi Iodium sesuai dengan reaksi :
Br2 + 2KI               I2 + 2KBr
Selanjutnya didiamkan 15 menit di tempat gelap untuk menghasilkan iod yang baik karena iod tersebut mudah terpolarisasi oleh cahaya sehingga nantinya tidak banyak iod yang terpolarisasi. Kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat untuk menhilangkan iod yang berlebihan dan di tambahkan indikator kanji untuk mempercepat tercapainya titik akhir titrasi dan dititrasi kembali hingga berubah warna menjadi biru.
Namun pada praktikum kali ini titik akhir titrasi yang didapatkan yaitu larutan berwarna putih namun tidak sesuai dengan literatur yang seharusnya terjadinya perubahan warna biru pada titik akhir titrasi. Dan pada percobaan ini titik akhir titrasi tidak mengalamai perubahan warna menjadi biru sehingga titrasi dihentikan pada volume 2,15 mL yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu bahan yang digunakan sangat terbatas karena pada percobaan ini natrium tiosulfat banyak digunakan untuk mendapatkan warna tersebut dan penimbangan bahan yang tidak seksama atau kurang teliti.
Berdasarkan farmakope indonesia Edisi III sulfonilamid, mengandung tidak kurang dari 99,0 % C6H8N2O2S dihitung dari zat yang telah dikeringkan. Sedangkan kadar yang didapatkan yaitu 18,51 % kurang dari kadar yang ditetapkan dalam farmakope indonesia edisi III sehingga kadar yang diperoleh tidak sesuai.
  
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
            Adapun hasil kesimpulan dari hasil percobaan yang dilakukan adalah :
1.      Penetapan kadar yang diperoleh sulfonilamid adalah 18,51 %,
2.      Perubahan warna yang terjadi sebelum dititrasi yaitu berwarna bening kemudian setelah dititrasi kembali warna berubah menjadi putih.
VI.2 Saran
          Hasil yang diperoleh ketika praktikum tidak sesuai dengan literatur.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Didikan Farmasi - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -